
Di kota Jombang, sebuah kota yang sepi dan tenang. Perputaran makro ekonominya standar saja. Tidak banyak investasi industri di kota ini. Sumber kehidupan lebih banyak di sektor pertanian, perdagangan, dan jasa. Ya, saya telah mengamati dan memahami, bagaimana karakteristik masyarakat disini. Saya adalah seorang penjual donat kampung dan kue tradisional pertama yang mempromosikan karya-karya saya melalui internet. Tentu saja, peran media cetak juga telah ikut memperkuat segmen pelanggan DKU. Sehingga sekarang DKU menjadi lebih berkelas.
Dilihat dari sumber ekonominya, dapat diprediksi bagaimana kararter orang Jombang . Bagi sebagian orang, ada yang mengatakan tidak muda untuk mengais rejeki di Jombang. Lihat saja para pemuda di usia produktif. Mereka yang biasa nongkrong di tempat-tempat strategis. Lebih banyak dan cenderung memilih warkop dan PKL yang relatif lebih murah, ketimbang makan di cafe dan restoran. Ya, pola hidup hemat telah terbentuk. Bagian dari dampak positif dari siklus makro ekonomi lokal yang terpola secara sederhana, konsisten dan terus-menerus. Mungkin, lebih tepat lagi, jika dikatakan sebagai pola hidup hati-hati agar bisa survive.
Tidak banyak loncatan investasi strategis yang bisa menyerap banyak padat karya. Terutama di sektor industri menengah-besar. Toko-toko di sepanjang jalan utama yaitu Jalan Merdeka, Jalan A.Yani, dan Jalan Wahid Hasyim akan berlomba-lomba untuk tutup pada jam 8 malam. Apalagi jalan-jalan lainnya, tentu saja bisa dibayangkan sepinya. Wisata kota untuk hiburan dan rekreasi lokal yang bisa kami kunjungi hanyalah kebonrojo dan alon-alon. Dengan Rp 2.000,- kita sudah bisa menikmati kopi / teh dan gorengan. Ya, gorengan yang harganya sama dengan donat DKU, Rp 500-an. Sangat sederhana, tapi kami bisa hidup dan bisa mendapatkan inspirasi.

alhamdulillah ... tetap semangat dan istiqomah mbak ya ... :)
ReplyDelete