Nova Edisi Cetak : 26 Januari 2009, page: 42-43
Donat Kampung Masuk Kota, Harga Murah, Rasa Mewah
Usaha yang digawangi Rosidah Widya Utami (35) ini, kelihatannya sepele. Ia "cuma" berjualan donat kampung seharga Rp 500. Tapi soal rasa? Tak kalah wah dengan yang dijual di mal-mal. Kini, donat produksinya sudah singgah ke kota-kota besar. Bahkan dijual di luar negeri.
Donat Kampoeng Utami (DKU), demikian Utami menamai dagangannya. Dengan harga Rp 500 dan cara promosi memanfaatkan fasilitas blog, DKU asal Jombang dikenal luas. Malah, donat jenis premium buatan Utami, juga sudah diproduksi dan dijual di beberapa gerai mewah -- --------.
Memperkenalkan produknya hingga ke Mancanegara, diakui Utami tidaklah mudah. Delapan tahun Sarjana Fakultas Ilmu Administrasi Univeritas Brawijaya ini melakukan riset demi menemukan formula yang pas untuk membuat donat berkualitas.
Kecintaan Utami pada tata boga memang sudah terbangun sejak remaja. Adalah sang ibu yang
menularkan kemahiran memasak padanya. Cinta itu terus berlanjut sampai ke perguruan tinggi dan ketika mulai bekerja di perusahaan sepatu di Jombang. "Saya menerima pesanan kue dari teman-teman kantor. Pokoknya, saya cinta sekali dengan dunia boga. Meski seharian sudah capek bekerja, tapi kalau ada pesanan kue, rasa pegal itu hilang," imbuhnya.
Akhirnya, setelah menikah, Utami putar haluan. Dia berhenti kerja dan membuka toko kelontong di rumah. Selain memberikan hasil, ia merasa bisa lebih fokus mengurus anak. Kembali "jiwa boga"nya memanggil-manggil. Alhasil, ia menutup toko kelontong dan sebagai gantinya, "Saya jualan kue. Fokusnya jualan donat."
Utami memilih donat bukan tanpa alasan. "Meski bukan asli makanan Indonesia, tapi donat dikenal kalangan masyarakat atas sampai bawah."
Pakai Label
Hasilnya? "Jauh dari harapan." Hampir setiap hari, antara yang terjual dan sisanya, selalu lebih banyak sisa. "Padahal, menurut saya, donat buatan saya murah, enak, dan bersih. Saya juga heran, kok, enggak laku." Di tengah kebingungan, muncul ide segar. Bersamaan dengan ditemukannya nama yang pas, Donut Kampoeng Utami, produknya dikemas secara menarik, diberi label yang berisi alamat lengkap dengan nomor telepon plus layanan SMS. "Label, kan, ibarat kartu nama. Dari 100 buah donat yang terjual, logikanya, 100 orang jadi tahu nama dan alamat tempat tinggal saya."
Benar saja. Telepon di rumahnya terus berdering. Sebagian memesan, lainnya sekadar tanya harga. "Bagi saya, tak masalah. Yang penting, orang sudah kenal DKU," kata Utami yang sejak itu banyak komunitas ibu-ibu pengajian di Jombang memilih donat bikinannya sebagai suguhan.
Singkat cerita, DKU makin populer. Bisa dibilang, jadi ciri khas oleh-oleh Jombang. Selain rasanya enak, harganya pun murah, yakni Rp 500 per buah! "Buat saya, jual kue di mal dan laku, itu wajar. Tapi bagaimana caranya menjual kue buatan kampung tapi bisa laku, itu yang jadi tantangan," ujar Utami.
Rambah Dunia Maya
Donat varian baru ini dinamainya donat premium. Tak mudah menemukan formula donat jenis ini. Secara kualitas, rasanya tak kalah dengan donat kelas mal, tetapi harganya jauh lebih murah. Untuk bisa menciptakan donat dengan rasa istimewa, ia perlu waktu cukup panjang dan tak jarang mengalami kegagalan. Kini donat premium Utami dalam proses hak paten.
Agar tidak merusak pasar, Utami tak memasarkan produk premiumnya ini di sembarang tempat. "Sengaja tak diproduksi secara massal, sebab bahannya memang pilihan dan harganya di atas yang sudah ada. Untuk itu, saya sengaja menawarkan pada investor yang berminat untuk mengembangkan," tutur Utami yang pernah mendapat kunjungan 40 orang ibu (pengusaha) ---- --------.
Dilirik Investor Asing
Utami berkisah, sekarang produk donat tersebut sudah besar sekali -- -------- . "Sudah punya tiga cabang besar dan mewah dengan nilai investai milyaran rupiah," kata Utami sambil bertutur, setiap bulannya dia mendapat royalti cukup besar dari investor tersebut.
Masih menurut Utami, sebenarnya dia tidak akan menyerahkan formula donat tersebut kepada pengusaha asing andai saja ada investor lokal yang berminat mengembangkannya. Utami merasa, pengusaha Indonesia sepertinya justru lebih tertarik membeli karya dari orang asing ketimbang karya bangsanya sendiri.
"Orang kita lebih senang membeli franchise yang berasal dari luar negeri. Padahal, orang kita bisa, kok, membuat donat selezat buatan luar negeri. Nyatanya, karya saya sekarang sejajar dengan buatan luar negeri," ujar Utami sambil menjelaskan, -- -------- harga donat "temuan"nya itu dijual sekitar Rp 5 ribu.
Diundang Mengajar
Kendati sudah berhasil menciptakan donat kelas premium, namun untuk keseharian Utami tetap memproduksi donat kelas standar yang dijual dirumah atau secara pesanan. Untuk saat ini, Sembilan puluh persen terjual secara pesenan, sedangkan selebihnya membeli langsung di toko kuenya yang menempati sisi kanan rumahnya. Minimal 500 donat kampong ia produksi per hari. Nah, siapa tertarik berbisnis donat? Semangat Utami ini bisa menjadi cambuk yang bermanfaat.
Gandhi Wasono M.
Foto: Gandhi Wasono M./NOVA, Dok.Pribadi
Dikutip dari : Nova Online, Jumat 30 Januari 2009
betmatik
ReplyDeletekralbet
betpark
tipobet
slot siteleri
kibris bahis siteleri
poker siteleri
bonus veren siteler
mobil ödeme bahis
OBQ4G